Sebuah Cerpen Karya || Amara Anastasya
Sudah ku perhatikan, sedari bel istirahat berbunyi hingga bel pulang, temanku, Astia, tidak sedikitpun berpindah posisi dari depan laptopnya. Akupun bertanya dengan rasa penuh penasaran
“Ti, kamu lagi apa? Kayanya dari tadi fokus banget di depan laptop. Emangnya ada tugas yang lumayan berat ya?”
“Eh? Ini, aku lagi buat karya tulis untuk ikut lomba, hadiahnya lumayan banget buat bantu kebutuhan sehari-hari aku” jawabnya dan langsung terfokus kembali ke laptopnya
20 menit berlalu, aku hanya duduk dan memperhatikan Astia yang belum selesai juga dengan karya tulisnya.
“Astia, kok lama banget. Memangnya karya tulis semacam apa untuk lombanya?” Tanyaku dengan nada sedikit kesal.
“Asaaa, jangan kesel gitu dong. Ini aku masih bingung banget mau bikin karya tulis apa” ucapnya dengan wajah polosnya.
Aku terkejut. Apa katanya? Masih bingung? Lalu apa yang dia lakukan selama hampir satu jam di depan laptopnya?
“APA? Masih bingung? Astia, aku kira kamu udah hampir selesai, tapi ternyata belum buat sama sekali” kataku.
Astia hanya menunjukkan wajah polos dengan senyuman memaksa
“Memangnya tema untuk karya tulisnya apa?” Tanyaku.
“Temanya itu ’30 Tahun Perjalanan Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan Teruslah Melayani Kasih Tak Berkesudahan’, buat memperingati 30 Tahun berdirinya yayasan ini, Sa”
“Ohh, sini, aku bantu kamu” kataku.
“Beneran, Sa? Yes. Makasih ya, Sa” ucapnya dengan suara yang hampir membuat kaca sekolah retak.
“Iya, biasa aja. Sakit nih telinga aku. Jadi, kamu harus buat karya tulis kaya gimana?” Tanyaku
Dan dengan cepat Astia membacakan rules yang harus ia lakukan untuk mengikuti kompetisi itu.
“Yasudah, langkah awalnya, kamu harus baca dulu profil tentang yayasan itu” ucapku memberi saran
Astia bergegas mengetik ‘Yayasan Humaniora’ di kolom google nya.
Aku dan Astia membaca seluruh profil Yayasan Humaniora yang tertera di blog nya
“Wah, yayasan ini berdiri dari tahun 1995 loh, Ti” kataku.
“Iya Sa, liat deh. Kegiatan-kegiatan yang udah pernah diselenggarakan sama yayasan ini. Dan yayasan ini menyelenggarakan nya secara gratis” ucap Astia
Aku membaca seluruhnya. Menakjubkan, batinku.
Yayasan Humaniora ini didirikan oleh sejumlah seniman, budayawan, wartawan, pendidik dan pemerhati sosial. Tidak heran kegiatan sosialnya sangat memukau. Ya, yayasan ini banyak menyelenggarakan kegiatan sosial, seni, dan budaya.
Mementaskan drama musikal, bekerjasama dengan stasiun televisi untuk menggelar lomba, bekerjasama dengan PT. Cahaya Intan Suci untuk menerbitkan buku. Dan yang membuatku terharu, yayasan ini rutin mengumpulkan sumbangan barang bekas dari masyarakat yang akan disumbangkan untuk yang membutuhkan.
Bukan hanya itu, yayasan ini juga membimbing ratusan remaja yang putus sekolah untuk dididik informal secara gratis. Dan ada satu hal yang membuatku kagum. Yaitu, tanggal dan bulan didirikannya Yayasan Humaniora ini memiliki makna ‘Membumikan Al-Qur’an’ dan wujud iman yang dinyatakan dalam bentuk perbuatan ‘memanusia-kan manusia’
“Asaa, jadinya kamu mau baca-baca blog yayasan humaniora, atau mau bantuin aku bikin karya tulis sih?” Tanya Astia yang membuatku sedikit terkejut.
“Oh iya, aku sampai lupa. Kita buatnya di rumah kamu aja. Sekalian aku mampir” jawabku memberi saran.
“Oke Sa, gerbang sekolah juga udah mau ditutup nih. Udah jam 5”
Aku dan Astia bergegas untuk keluar kelas, lalu berjalan kaki menuju rumah Astia untuk melanjutkan membuat karya tulis untuk kompetisi yang ingin Ia ikuti itu.